Sejarah Teater

Kata tater atau drama berasal dari bahasa Yunani ”theatrom” yang berarti seeing Place (Inggris). Tontonan drama memang menonjolkan percakapan (dialog) dan gerak-gerik para pemain (aktif) di panggung. Percakapan dan gerak-gerik itu memperagakan cerita yang tertulis dalam naskah. Dengan demikian, penonton dapat langsung mengikuti dan menikmati cerita tanpa harus membayangkan.
Teater sebagai tontotan sudah ada sejak zaman dahulu. Bukti tertulis pengungkapan bahwa teater sudah ada sejak abad kelima SM. Hal ini didasarkan temuan naskah teater kuno di Yunani. Penulisnya Aeschylus yang hidup antara tahun 525-456 SM. Isi lakonnya berupa persembahan untuk memohon kepada dewa-dewa.

Lahirnya adalah bermula dari upacara keagamaan yang dilakukan para pemuka agama, lambat laun upacara keagamaan ini berkembang, bukan hanya berupa nyanyian, puji-pujian, melainkan juga doa dan cerita yang diucapkan dengan lantang, selanjutnya upacara keagamaan lebih menonjolkan penceritaan.

Sebenarnya istilah teater merujuk pada gedung pertunjukan, sedangkan istilah drama merujuk pada pertunjukannya, namun kini kecenderungan orang untuk menyebut pertunjukan drama dengan istilah teater.

 

Unsur-unsur teater menurut urutannya :

  • Tubuh manusia sebagai unsur utama (Pemeran/ pelaku/ pemain/actor)
  • Gerak sebagai unsur penunjang (gerak tubuh,gerak suara,gerak bunyi dan gerak rupa)
  • Suara sebagai unsur penunjang (kata, dialog, ucapan pemeran)
  • Bunyi sebagai efek Penunjang (bunyi benda, efek dan musik)
  • Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, dekorasi, rias dan kostum)
  • Lakon sebagai unsur penjalin (cerita, non cerita, fiksi dan narasi)

Teater sebagai hasil karya (seni) merupakan satu kesatuan yang utuh antara manusia sebagai unsur utamanya dengan unsur –unsur penunjang dan penjalinnya. Dan dapat dikatakan bahwa teater merupakan perpaduan segala macam pernyataan seni.

 

 

 

 

Leave a comment